Sunday 4 January 2015

PENGERTIAN MICRO FINANCE

MICRO FINANCE

Microfinance (Ekonomi Mikro) adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari prilaku dari unit-unit ekonomi individual,seperti: rumah tangga, perusahaan, dan struktur industri. Ekonomi mikro membahas tentang alokasi dan efisiensi sumber daya pasar.

Ilmu ekonomi mikro adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut memengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama.

       Terdapat 3 teori dalam ekonomi mikro antara lain:
1.      Teori harga, yaitu melihat interaksi antara penawaran dan permintaan barang jasa didalam suatu pasar, factor-faktor yang mempengaruhinya: struktur pasar, elastisitas penawaran, serta permintaan dan sebagainya.
2.      Teori produksi, yaitu menganalisa biaya produksi serta tingkat produksi optimal bagi produsen sehingga mencapai tingkat laba maksimum.
3.      Teori distribusi, yaitu membahas tingkat upah tenaga kerja, tingkat bunga yang harus dibayarkan kepada pemilik modal, serta tingkat keuntungan dari pengusaha.

Ketersediaan sumber daya finansial yang cukup pada saat yang tepat merupakan salah satu faktor penting bagi individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak mungkin terjadi pada masyarakat miskin karena terbatasnya resource sehingga memerlukan adanya intervensi keuangan untuk menutupgap yang ada. Ada lima pola intervensi microfinanc, misalnya dalam pembiyaan yakni:

1. Income smoothing
Menutup kebutuhan keuangan karena adanya gap antara pendapatan dan pengeluaran karena faktor musim atau siklus upahan. Umumnya petani membutuhkan dana pada masa tanam untuk membeli sarana produksi dan memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Hal yang sama juga terjadi pada para pekerja atau buruh yang menerima upah secara berkala.

2. Cash flow injection
Mengatasi aliran kas (terjadi kesenjangan antara aktiva lancar dan pasiva lancar) yang terutama bagi usaha mikro yang menerapkan sistem pembayaran kredit atau karena ada kebutuhan strategis misalnya untuk memenuhi kontrak bisnis yang bersifat sesaat.

3. Emergency relief
Merupakan asistensi keuangan untuk mengatasi kebutuhan mendadak karena adanya musibah keluarga, sakit dan bencana alam, kehilangan pekerjaan, biaya pendidikan dan kebutuhan jangka pendek lainnya karena umumnya masyarakat miskin tidak memiliki tabungan atau asuransi.

4. Asset building
Menyediakan dana yang bersifat jangka panjang untuk membeli aktiva tetap (peralatan rumah tangga), kendaraan, hewan ternak, properti , dan lain-lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau dapat dikonversikan kembali menjadi uang.

Lembaga yang mengelola program microfinance dapat bersifat formal, semi formal dan informal. Sedangkan mekanisme intermediasi microfinance dikelompokkan menjadi dua pendekatan yakni minimalist yang mengadopsi sistem perbankan dan integratedmenggunakan kombinasi antara intermediasi keuangan dan intermediasi sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Eksistensi microfinance di lingkungan masyarakat miskin cukup mengakar yang tercermin dari banyaknya jumlah nasabah dan cakupan jaringan kerja. Data yang dihimpun dari berbagai sumber memperlihatkan bahwa jaringanmicrofinance telah mencapai 55 ribu kantor yang menyalurkan pinjaman sebanyak Rp28 triliun kepada sekitar 35 juta nasabah serta berhasil menghimpun dana sebesar Rp38 triliun yang tercatat dalam 36 juta rekening. Struktur microfinance Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu formal, semiformal dan informal.

Kelompok formal microfinance lembaga keuangan yang diatur oleh UU Perbankan, meliputi bank umum yang memiliki unit bisnis microfinance dan BPR. Saat ini ada tiga bank umum yang secara khusus memiliki eksposur di microfinance yakni BRI-Unit dengan sistem BRI-Unit, Bank Danamon yang mengembangkan Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan Bank Mandiri melalui Microbanking Unit. Namun demikian, ada beberapa bank yang juga melayani pasar microfinance secara tidak langsung, misalnya melalui linkage programdengan BPR atau LKM. Lembaga formal microfinance melayani masyarakat miskin yang masuk dalam kelompok III dan IV dengan menawarkan produk dan jasa perbankan seperti kredit untuk berbagai keperluan, simpanan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan, transfer uang, sistem pembayaran dan jasa keuangan lainnya. Namun untuk BPR diberlakukan batasan operasi antara lain tidak diperkenankan melayani produk giro karena tidak termasuk dalam sistem kliring perbankan dan melakukan transaksi valuta asing. Prinsip operasional dan pola interaksi dengan nasabah yang digunakan oleh kelompok ini cenderung bersifat formal dengan menerapkan prinsip-prinsip perbankan umum sehingga daya penetrasinya hanya terbatas pada nasabah yang bankable.

Semiformal microfinance adalah lembaga keuangan yang diatur oleh pemerintah melalui PP atau Perda. Bentuk dan sistem operasional kelompok ini cukup bervariasi seperti Perum Pegadaian, Badan Kredit Desa (BKD), Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dengan konsep koperasi, Lembaga Dana Dan Kredit Pedesaan (LDKP), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Kecamatan (BKK) dan Baitul Maal Wa’atamwil (BMT) dan LKM yang terdaftar lainnya. Pasar utama semiformal microfinance adalah penduduk miskin dengan kategori kelompok II dan III serta sebagian kecil yang masuk dalam kelompok IV. Produk keuangan yang ditawarkan adalah kredit dan simpanan yang berbasis pada keanggotaan, namun khusus Pegadaian menawarkan pinjaman dengan sistem gadai. Sesuai dengan penggolongannya, sebagian besar platform operasional lembaga ini bersifat semiformal, artinya mengadopsi kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh pemerintah, namun dalam membangun hubungan dengan nasabah atau anggotanya cenderung menggunakan cara-cara yang bersifat informal.

Informal microfinance berbagai macam bentuk kelembagaan dan kepemilikan dan metode yang digunakan. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada regulasi khusus yang mengaturnya, mencakup Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kelompok arisan, rentenir, dan lain-lain. Keunikan dari informal microfinance adalah menyediakan fasilitas kredit (cash atau non cash) yang didasarkan pada hubungan individu, kelompok dan jalinan bisnis. Untuk lembaga microfinance yang berbentuk LSM, pemberiaan kredit juga diikuti dengan program pemberdayaan dan asistensi non keuangan lainnya.

No comments:

Post a Comment