Monday, 26 January 2015

novel pesantren impian

PESANTREN IMPIAN



Titik Balik Masa Lalu yang Suram

Judul Buku : Pesantren Impian
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : PT Syaamil Cipta Media, Bandung
Tahun terbit : 2004 (cetakan ke 6)
Halaman : vi + 190

Pesantren impian, pasti di dalam benak akan tergambar suasana bak “mimpi”.
 Yah, memang bagai mimpi, bagi 15 wanita dengan latar belakang kejahatan yang berbeda,
 serta belasan laki-laki lain yang memiliki riwayat kejahatan masing-masing. 
Pesantren Impian, adalah sebuah tempat rehabilitasi, tempat mencari arti hidup, 
dan ketenangan yang sengaja di buat oleh Tengku Budiman,
 yang tak lain mengganti namanya sebagai Umar seorang pengacara,
 dan sosok Tengku Budiman di gambarkan dengan laki-laki tua rekannya yang kaya raya, anti publikasi, serta berwibawa.
 Umar alias Tengku Budiman menyebut proyek pembangunan pesantren ini sebagai “Penebusan Dosa”, atas kejahatan yang pernah ia lakukan, 
kekayaan haram yang akhirnya merenggut keluarganya akibat kebakaran.
Pesantren ini akan mengkader santri dan santriwati dan akan di bina selama satu tahun. 
Siapakah mereka? mereka adalah pencandu narkoba, Bandar, bahkan pembunuh, serta mereka yang memiliki masalah dengan masa lalu. Terkisahlah lima belas santriwati yang menyetujui undagan Pesantren Impian untuk di bina selama setahun. Sissy, Inong, Rini, Tanti, Ipung, Sri, Butet, Eni, Sinta, Santi,Ita, Yanti, Evi, Iin dan Ina. Mereka akan hidup bersama dalam Pesantren Impian, menerima Pembina agama dan keterampilan, meninggalkan, bahkan melupakan kejadian masa lalu mereka yang kelam.
Novel ini terdiri dari dua puluh dua bab. Setiap bab memiliki daya tarik tersendiri. Bagi saya, dari kedua puluh dua bab itu, ada lima bab yang menarik. Bab itu antara lain, Bab 1 (4 lembar). menceritakan tentang pembunuhan yang di lakukan seorang gadis di hotel Tiara, Medan. Lalu kemudian Gadis itu melarikan diri ke Pesantren Impian bersama empat belas santriwatiwati lainnya. Siapakah dia?
Apakah di Pesantren ini ia juga akan membunuh?
Bab 12. Menceritakan tentang kematian Yanti. Lihat, pembunuhan terjadi, dan pertama kali selama pesantren ini di bangun. Apakah si gadis pembunuh di antara mereka yang membunuh Yanti? Gadis yang memakai bantalan mirip orang hamil, sebagai bentuk solider pada Rini teman sekamarnya yang datang ke Pesantren ini membawa perut berisi janin karena di perkosa.
Lalu di bab 16, di akhir bab ini, penulis memunculkan klimaks berupa pembunuhan terhadap Butet, santriwati yang membawa putauw seberat 2 kg ke dalam Pesantren. Syukurnya, Butet dapat di selamatkan oleh Eni, polwan yang menyamar sebagai santriwati. Alasan Eni kemari sebenarnya untuk melacak keberadaan siapa di antara mereka , si gadis pembunuh.
Bab 17. Dalam babak ini Rini mengetahui bahwa yang telah memperkosanya adalah Mas Bagus, anak emban di rumahnya. Batin Rini begitu terluka, karena orang yang ia anggap sopan, baik, dan berpendidikan tega merenggut kehormatannya. Tapi yang lebih mengejutkan, Rini mendapati Bagus di Pesantren itu, Pesantren yang jauh dari media. Luka batin yang di rasakannya, tak sanggup meluluskan permintaan Bagus yang berkali-kali ingin menjelaskan kejadian sebenarnya.
Bab 18. Ini bab yang paling Klimaks, akan ada pembunuhan yang ketiga kalinya. Ketika Umar mengajak santri dan santriwati keluar melihat salah satu perkebunan Tengku sekaligus dalam rangka perpisahan karena masa pembinaan hampir usai. Ketika tengah menikmati segarnya alam perkebunan, tiba-tiba Bagus datang di hadapan Rini. Tentu Saja Rini Shock, dan berlari ketakutan ke arah hutan. Bagus dan si gadis mengejar Rini ke hutan. Tak lama kemudian, Umar dan wargapun membantu mencari Rini yang sangat galau itu. Di tengah ketakutannya, Rini di temukan Om Kusno, pamannya sendiri. Sang paman membawanya ke pantai dan menjauh dari orang-orang yang mencari Rini. Di sinilah Rini hampir mati. Kenapa? Karena kebaikan Om Kusno hanya kebohongan belaka, dialah yang memperkosa Rini. Dia rela ke pulau ini untuk mencari Rini dan berniat membunuhnya karena tidak terima di usir dari rumah Rr.Hartini, wanita ningrat, ibu Rini. Syukurlah, Umar dengan sigap menolong Rini yang sejengkal lagi menemui ajal di bawah batu karang.
Akhir dari novel ini adalah si gadis menikah dengan Umar, laki-laki yang di ketahuinya sebagai seorang pengacara dan penasehat Tengku Budiman. Padahal , dialah Tengku Budiman yang sesungguhnya. Semua penghuni pesantren termasuk penguruspun tidak mengetahui hal itu, rahasia besar antara Umar dan Tengku Budiman.
Dalam penceritaan novel ini, sang gadis adalah tokoh utama. Namun, penulis merahasiakan nama si pembunuh, dan memberinya nama panggilan si gadis. Jadi, pembaca di ajak untuk menemukan sendiri siapa nama Asli dari pembunuh itu. Letupan-letupan klimaks yang tak terduga, serta misteri-misteri kejadian yang menimpa para santriwati, membuat novel ini begitu hidup. Selain itu bahasa yang di gunakanpun enak, dan tidak terjamah pada hal-hal yang vulgar. Padahal bisa saja penulis menggambarkan bagaimana Rini di perkosa dengan detail. Tetapi itu tidak di lakukan.
Nothing is perfect. Kekurangan juga di miliki novel ini. salah satunya adalah pengeditan. Ada beberapa kata yang salah ketik, seperti kata ngeri,tertulis jeri. Selain itu, bab-bab terakhir tepatnya setelah upaya pembunuhan Rini gagal, penceritaannya begitu hambar. Penggambaran bagaimana kecemasan Umar yang mengharapkan si gadis kembali ke pesantren serta kecemasan si gadis untuk segera pulang menemui anak-anak asuhnya terasa datar. Jika di akhir-akhir cerita di bubuhi sedikit klimaks, pasti ending cerita novel ini akan lebih berkesan. Kemudian, akhir dari penyembunyian identitas umar, bagaimana nasib Rini dan anaknya setelah selamat di tolong oleh umarpun tidak terselesaikan di sini.
Apa hikmah yang dapat di petik?
Bagi saya pribadi, novel ini mengajarkan bahwa betapa sempurnanya sosok manusia di depan mata kita, dia pasti punya aib dan kekurangan diri, besar atau kecil. Namun Allah yang Maha Menjaga Rahasia begitu sempurna menyembunyikan aib itu di mata manusia lain. Jadi, jangan heran ketika seorang yang anda kenal baik di kemudian hari menjadi sosok yang berdosa. Semoga kita menjadi lebih baik.

No comments:

Post a Comment